Di usianya yang senja, Atmo Tohari tak ingin berpangku tangan. Jiwanya sebagai mantan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia memberontak jika hanya diam di rumah dan menerima uluran tangan dari warga sekitar dan dermawan. Lebih dari itu, dia masih menempuh puluhan kilometer mengayuh sepeda demi mendapat rupiah dari berjualan kebutuhan rumah tangga.
Seorang lelaki tua dan bungkuk tersenyum saat didatangi ke rumahnya di Jalan Telaga Warna, RT 6 RW 18 Kampung Nambangan, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang, Jumat (4/12/2015). Saat itu, lelaki tua yang mengaku berusia 104 tahun itu sedang bercengkrama dengan putra dan cucunya.
Lelaki bernama Atmo Tohari atau mbah Tohari ini memang memiliki semangat yang luar biasa dalam hidupnya. Dia enggan berpangku tangan dan bersantai dalam menjalani kehidupan sehari-hari, pun demikian halnya dalam soal mencari rejeki.
Mbah Tohari menghabiskan separuh harinya di jalanan, mengayuh sepeda butut bermerk Polygon yang sudah mulai renta untuk menemaninya berjualan kelontong. Berbekal tas untuk wadah dagangan berupa tisu, pampers, sabun mandi, shampo, dan juga kebutuhan hidup lainnya, mbah Tohari sanggup berkeliling lebih dari 10 kilometer per hari untuk mencari rezeki.
Kehidupan keras bagi lelaki tua seperti mbah Tohari bukan menjadi sebuah penghalang. Justru, saat dia berpangku tangan, penyakit datang dan membuatnya tidak betah di rumah.
“Kalau saya tidak jualan dengan sepeda malah badan sakit semua, kaki bengkak-bengkak. Saya anggap olahraga dan berkegiatan,” kata Mbah Tohari yang harus memakai alat bantu dengar ini.
Jadwal
Kegiatan berjualan kelontongan sambil mengayuh sepeda dilakoninya setiap hari Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Hari Senin dan Jumat adalah saatnya libur dan kulakan barang-barang yang harus dijualnya kembali. Bahkan, dia sudah memiliki rute dan jadwal tertentu untuk lima hari kerjanya itu. Setiap Selasa, dia berjualan di daerah Bakorwil Kedu Surakarta, hingga ke Pakelan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Sementara, setiap Rabu dia berjualan di wilayah Jurangombo-Karet-Giriloyo-Perumahan Lembah Hijau-Akmil-Perumahan Pancaarga. Sementara, hari Kamis, mbah Tohari berkeliling Seneng-Pakelan-Armada di Kecamatan Mertoyudan hingga Menowo, Kota Magelang. Sabtunya, dia mengayuh sepedanya hingga Bumi Prayudan, Kecamatan Mertoyudan. Minggunya dia berjualan di Rindam dan Potrobangsan, Kota Magelang.
“Hampir setiap hari saya menempuh jarak lebih dari 10 kilometer. Saya berangkat pukul 05.30 pulang pukul 16.00. Kalau menata barang malam harinya,” tuturnya.
Pria beristri empat ini mengaku memulai kegiatan berjualan keliling sejak tahun 1994. Kala itu, dia tidak menggunakan sepeda untuk sarana berjualan. Namun, dia memikul barang dagangannya dan berkeliling dari kampung ke kampung.
Tidak Meminta
Panas dan hujan menjadi temannya. Tentu saja, setiap orang yang melihat mbah Tohari berjualan tidak akan tega. Beberapa diantaranya memang kemudian memberikan sejumlah uang sebagai ungakapan rasa iba padanya. Tak jarang, mbah Tohari menolak jika hanya diberi uang secara cuma-cuma. Dia akan menerima uang itu jika seorang dermawan mau mengambil barang dagangannya, meskipun hanya sedikit.
“Tak jarang karena bapak tidak mau diberi uang cuma-cuma, banyak tetangga atau orang yang berbohong kalau punya hutang dengan bapak. Padahal, niat mereka mengasih bapak,” kata Samsudin (35), putra mbah Tohari dari istri keempat.
Menurut Udin, bapaknya itu berprinsip keras mengenai uang dan usaha. Dia dan beberapa saudaranya sudah sering melarang mbah Tohari untuk berjualan, namun, pria tua itu menolaknya. Mbah Tohari tidak ingin menjadi beban bagi putra-putranya, namun dia tidak meminta-minta atau menjadi pengemis.
“Malahan, waktu saya itu menyuruh bapak berhenti berjualan dan biar saya gantikan, bapak tidak mau. Dia malah mau memberi modal saya untuk berjualan sendiri dan mencari pelanggan sendiri,” jelasnya.
Seorang lelaki tua dan bungkuk tersenyum saat didatangi ke rumahnya di Jalan Telaga Warna, RT 6 RW 18 Kampung Nambangan, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang, Jumat (4/12/2015). Saat itu, lelaki tua yang mengaku berusia 104 tahun itu sedang bercengkrama dengan putra dan cucunya.
Lelaki bernama Atmo Tohari atau mbah Tohari ini memang memiliki semangat yang luar biasa dalam hidupnya. Dia enggan berpangku tangan dan bersantai dalam menjalani kehidupan sehari-hari, pun demikian halnya dalam soal mencari rejeki.
Mbah Tohari menghabiskan separuh harinya di jalanan, mengayuh sepeda butut bermerk Polygon yang sudah mulai renta untuk menemaninya berjualan kelontong. Berbekal tas untuk wadah dagangan berupa tisu, pampers, sabun mandi, shampo, dan juga kebutuhan hidup lainnya, mbah Tohari sanggup berkeliling lebih dari 10 kilometer per hari untuk mencari rezeki.
Kehidupan keras bagi lelaki tua seperti mbah Tohari bukan menjadi sebuah penghalang. Justru, saat dia berpangku tangan, penyakit datang dan membuatnya tidak betah di rumah.
“Kalau saya tidak jualan dengan sepeda malah badan sakit semua, kaki bengkak-bengkak. Saya anggap olahraga dan berkegiatan,” kata Mbah Tohari yang harus memakai alat bantu dengar ini.
Jadwal
Kegiatan berjualan kelontongan sambil mengayuh sepeda dilakoninya setiap hari Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Hari Senin dan Jumat adalah saatnya libur dan kulakan barang-barang yang harus dijualnya kembali. Bahkan, dia sudah memiliki rute dan jadwal tertentu untuk lima hari kerjanya itu. Setiap Selasa, dia berjualan di daerah Bakorwil Kedu Surakarta, hingga ke Pakelan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Sementara, setiap Rabu dia berjualan di wilayah Jurangombo-Karet-Giriloyo-Perumahan Lembah Hijau-Akmil-Perumahan Pancaarga. Sementara, hari Kamis, mbah Tohari berkeliling Seneng-Pakelan-Armada di Kecamatan Mertoyudan hingga Menowo, Kota Magelang. Sabtunya, dia mengayuh sepedanya hingga Bumi Prayudan, Kecamatan Mertoyudan. Minggunya dia berjualan di Rindam dan Potrobangsan, Kota Magelang.
“Hampir setiap hari saya menempuh jarak lebih dari 10 kilometer. Saya berangkat pukul 05.30 pulang pukul 16.00. Kalau menata barang malam harinya,” tuturnya.
Pria beristri empat ini mengaku memulai kegiatan berjualan keliling sejak tahun 1994. Kala itu, dia tidak menggunakan sepeda untuk sarana berjualan. Namun, dia memikul barang dagangannya dan berkeliling dari kampung ke kampung.
Tidak Meminta
Panas dan hujan menjadi temannya. Tentu saja, setiap orang yang melihat mbah Tohari berjualan tidak akan tega. Beberapa diantaranya memang kemudian memberikan sejumlah uang sebagai ungakapan rasa iba padanya. Tak jarang, mbah Tohari menolak jika hanya diberi uang secara cuma-cuma. Dia akan menerima uang itu jika seorang dermawan mau mengambil barang dagangannya, meskipun hanya sedikit.
“Tak jarang karena bapak tidak mau diberi uang cuma-cuma, banyak tetangga atau orang yang berbohong kalau punya hutang dengan bapak. Padahal, niat mereka mengasih bapak,” kata Samsudin (35), putra mbah Tohari dari istri keempat.
Menurut Udin, bapaknya itu berprinsip keras mengenai uang dan usaha. Dia dan beberapa saudaranya sudah sering melarang mbah Tohari untuk berjualan, namun, pria tua itu menolaknya. Mbah Tohari tidak ingin menjadi beban bagi putra-putranya, namun dia tidak meminta-minta atau menjadi pengemis.
“Malahan, waktu saya itu menyuruh bapak berhenti berjualan dan biar saya gantikan, bapak tidak mau. Dia malah mau memberi modal saya untuk berjualan sendiri dan mencari pelanggan sendiri,” jelasnya.
0 Response to "Salut ! Daripada Mengemis, Kakek Tua ini Pilih Jualan Kayuh Sepeda Puluhan Kilometer"
Post a Comment