INI BAHAYANYA JIKA TERLALU BANYAK TABUNGAN MASYARAKAT DI BANK



BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR- Minimnya belanja masyarakat di akhir tahun hingga saat ini rupanya menarik perhatian Presiden Joko Widodo.

Presiden Joko Widodo yang akrab dipanggil Jokowi ini pun khawatir. Pasalnya, belanja masyarakat saat ini sangat diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Oleh karena itu, dia meminta semua pihak untuk mendorong masyarakat semakin gemar belanja, khususnya kepada Kepala Daerah. Patut diingat bahwa konsumsi masyarakat berkontribusi sekitar 53-56% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).

"Rumusnya justru kita mendorong masyarakat untuk belanja. Bukan hemat sekarang ini karena kita membuat agar pertumbuhan ekonomi terjaga kalau bisa naik," tutur Jokowi, saat memberikan pengarahan kepada Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Balikpapan, dikutip Senin (27/2/2023).

Jokowi sendiri resah melihat konsumsi tersebut setelah mendapati data yang menunjukkan bahwa simpanan masyarakat di perbankan pada akhir 2022 meningkat hingga Rp 656,55 triliun.

Per Desember 2022, simpanan di bank mencapai Rp 8.202,92 triliun. Angka tersebut meningkat Rp 656,55 triliun atau 8,7% dibandingkan setahun sebelumnya.

Simpanan termasuk tabungan senilai Rp 2.620, 05 triliun, deposito sebesar Rp 2.938,63 triliun, dan sertifikat dan deposito senilai Rp 3.782 triliun.

Jokowi heran dengan peningkatan tersebut, padahal di akhir tahun pemerintah telah mencabut pembatasan sosial atau PPKM.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro menilai ada beberapa penyebab yang memicu masyarakat menahan belanja.

Dia melihat adanya kekhawatiran kekhawatiran akan kondisi perekonomian ke depan yg menurun terutama berlaku pada masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan pengusaha.

"Akhirnya mereka saving untuk digunakan di rainy day," kata Andry kepada CNBC Indonesia. Tampaknya, Covid-19 dan ketidakpastian ekonomi membuat masyarakat belajar mengatur keuangannya.

Selanjutnya dari catatan Andry, ada kenaikan biaya-biaya yang menekan real income mereka. Kondisi ini membuat konsumen melakukan efisiensi dengan belanja seperlunya atau mengurangi wisata dulu, menurut Andry.

Di sisi ritel, dia melihat masih kurangnya promo diskon yang biasanya memicu masyarakat untuk belanja.

"Ini mungkin dipahami karena retailers juga banyak yg melakukan efisiensi biaya," ujar Andry.

Menengok sejarah kelam Jepang pada tahun 1990-an, masyarakat Jepang sering disebut sebagai "generasi tabungan" atau "zaman tabungan". Pada waktu itu, suku bunga tinggi dan budaya menabung yang kuat menyebabkan masyarakat Jepang menabung lebih banyak daripada yang mereka habiskan, sehingga uang mereka tidak mengalir ke dalam perekonomian dan lebih banyak mengendap di bank.

Fenomena ini dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kemerosotan ekonomi Jepang pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, yang dikenal sebagai "kekacauan ekonomi Jepang" atau "Lumpur Heisei".

0 Response to "INI BAHAYANYA JIKA TERLALU BANYAK TABUNGAN MASYARAKAT DI BANK"

Post a Comment