KIAT MEMILIH PRODUK HALAL


DR. Ir. Anton Apriyantono, MSi.

Mengkonsumsi pangan yang halal dan thoyyib (baik, sehat, bergizi, dan aman) adalah kewajiban bagi setiap Muslim seperti difirmankan Allah di dalam surat Al-Maaidah ayat 88 dan Al-Baqarah ayat 168. Serta keterangan dari hadist yang intinya memakan makanan yang tidak halal dapat mengakibatkan doa kita tidak terkabul, amal yang tertolak, dan daging yang tumbuh dari barang yang haram tempatnya adalah neraka.
Walaupun mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, akan tetapi undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia tidak mewajibkan para produsen pangan untuk menyediakan pangan yang halal, hanya mereka yang ingin mencantumkan label halal pada produknya yang terkena kewajiban untuk memeriksakan produknya ke lembaga yang berwenang agar apa yang diklaimnya sebagai halal itu benar adanya. Oleh karena itu, tidak ada jaminan bahwa semua pangan yang ada di pasaran adalah halal. Dengan demikian, konsumen Muslim sendirilah yang harus mampu memilih mana pangan yang halal dan mana yang tidak.
Masalahnya, tidak mudah untuk memilih mana yang halal dan mana yang haram serta mana yang meragukan (syubhat) mengingat dengan kemajuan teknologi banyak bahan-bahan yang syubhat yang tersembunyi di dalam produk-produk pangan. Bukan hanya itu, memilih daging segar yang halal pun ternyata tidak mudah mengingat luasnya wilayah Indonesia dan banyaknya pelaku bisnis yang bergerak di bidang penjualan daging segar sehingga pengawasannya menjadi sulit. Oleh karena itu, konsumen Muslim membutuhkan kiat sederhana, mudah tapi akurat dalam memilih pangan halal. Berikut akan dipaparkan kiat tersebut yang diharapkan dapat membantu dalam memilih pangan halal.

Pertama, Daging Segar

Penjualan daging segar di Indonesia kebanyakan dilakukan secara terbuka, tanpa wadah-wadah dan tanpa label sehingga bagi konsumen sulit membedakan mana yang halal dan mana yang tidak, kecuali membedakan antara daging babi dengan lainnya karena biasanya penjualan daging babi terpisah. Sayangnya, di beberapa pasar swalayan pemisahan penjualan daging babi dengan yang lainnya tidak terlalu tegas sehingga konsumen harus berhati-hati memilih-milih pasar swalayan mana yang menjual daging halal yang terpisah sempurna dengan daging babi. Dengan demikian, kita harus menghindari membeli daging di tempat yang menjual daging babi, walaupun daging babi tersebut ditempatkan pada tempat yang terpisah akan tetapi kita ragu akan penanganan daging babi yang sulit sekali untuk tidak sama sekali terpisah dengan daging lainnya (termasuk peralatan dan ruangan yang digunakan).

Jika kita kaji kondisi di Indonesia, untuk daging lokal, pemotongan sapi biasanya dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan bisa dikatakan semua RPH di Indonesia menerapkan penyembelihan secara Islami, sampai RPH itu pun ada di Bali yang mayoritas masyarakatnya Hindu. Di samping itu, rumah pemotongan hewan swasta yang sebagian berskala besar juga sudah mendapatkan sertifikat halal. Oleh karena itu kehalalan daging sapi lokal relatif lebih terjamin.

Daging sapi impor yang diimpor secara legal telah dijamin kehalalannya karena dalam aturan yang ditetapkan Departemen Pertanian (Deptan), daging yang masuk ke Indonesia harus halal dan ini dilakukan pemeriksaan awal oleh tim yang terdiri dari personal dari Deptan dan MUI, setelah itu ada lembaga sertifikasi halal yang mengawasi di negara pengekspor sana, ketika masuk ke Indonesia juga akan dimintakan sertifikat halalnya. Masalahnya, ada juga daging impor ilegal yang tidak terjamin kehalalannya yang secara fisik sulit dibedakan dengan daging impor yang legal. Bisa jadi daging impor ilegal ini dijual lebih murah dari harga rata-rata daging lokal dan daging impor legal. Oleh karena itu, jika menemui harga daging yang jauh lebih murah dari harga pasaran maka kita perlu ekstra hati-hati, harus mempertanyakan asal daging tersebut, atau akan lebih baik jika kita tidak membelinya.

Belum lama ini Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) melakukan survei ke pasar-pasar yang ada di sekitar Bogor dan menemukan hati impor yang kelihatannya masuk secara ilegal karena berasal dari negara yang tidak melakukan penyembelihan secara halal dan tidak termasuk negara yang mendapat izin memasukkan daging ke Indonesia, negara ini misalnya Swiss. Hati impor ini harganya lebih murah dari hati lokal, oleh karena itu konsumen harus waspada terhadap hati impor ilegal semacam ini.

Kadang-kadang terjadi pencampuran antara daging sapi dan daging babi dan dijual sebagai daging sapi, kasus seperti ini telah berulang beberapa kali terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Lagi-lagi hargalah yang bisa dijadikan acuan karena daging campuran ini harganya biasanya miring. Secara fisik, tidak mudah bagi awam untuk mengenali daging campuran ini. Oleh karena itu, di samping jangan membeli daging yang harganya jauh di bawah harga pasaran, juga belilah daging di tempat yang sudah terpercaya, jangan membeli daging di sembarang tempat yang kita tidak yakin akan jaminan kehalalan dagingnya.

Permasalahan besar ditemui untuk daging ayam mengingat rumah pemotongan ayam itu jumlahnya banyak sekali dari yang besar sampai kecil dan tersebar di mana-mana. Baru sedikit saja rumah pemotongan ayam yang telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI, sedangkan yang lainnya tidak ada pihak yang berwenang yang menjamin kehalalan daging ayam yang dipotongnya. Oleh karena itu konsumen seharusnya memilih daging ayam yang dihasilkan oleh rumah pemotongan yang telah mendapatkan sertifikat halal, jika daging ayam yang ini tidak tersedia, maka seharusnya bertanya kepada penjual daging ayam dari mana daging ayamnya, siapa yang menyembelihnya dan bagaimana penyembelihannya, jika sudah diketahui mana penjual daging ayam yang bisa dipercaya maka ke sinilah kita membeli daging ayam.

Daftar Rumah Pemotongan Hewan yang telah mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM MUI Pusat dan LPPOM MUI Daerah bisa di lihat di halalmui.org atau bisa di cari secara cepat di PusatHalal.com pada menu Directory Halal. Silahkan masukan kategori rumah potong hewan, maka akan muncul daftar yang anda cari. Sertifikat halal berlaku selama dua tahun, biasanya setiap masa berlaku sertifikat habis maka perusahaan yang bersangkutan memperpanjang sertifikatnya.

Mengingat pasar swalayan tidak biasa mencantumkan sertifikat halal di tempat penjualannya, maka konsumen Muslim perlu menanyakan sertifikat halal yang mereka miliki dan perlu teliti karena bisa jadi pemasok daging ke penjual tersebut tidak hanya satu pemasok dan si penjual hanya menunjukkan sertifikat halal dari satu pemasok saja. Tentu saja jika si penjual tidak mampu menunjukkan sertifikat halal untuk daging yang dijualnya maka kita jangan membeli di pasar swalayan tersebut karena tidak ada jaminan kehalalan terhadap daging yang dijualnya.

Kesulitan besar terutama jika kita membeli daging di pedagang keliling, warung- warung, dan pasar tradisional karena seringkali sudah tidak jelas lagi dari mana asal daging yang dijualnya, walaupun tidak selalu. Untuk itu kita perlu bertanya secara sopan dan bijak kepada si penjual tentang kepastian kehalalan daging yang dijualnya.

Yang juga sering terjadi adalah beredarnya ayam bangkai di pasaran. Di samping harga ayam bangkai yang miring, ayam bangkai bisa dikenali dengan memperhatikan adanya bercak-bercak coklat kehitaman yang ada di beberapa tempat pada tubuh ayam. Oleh karena itu, pada waktu membeli daging ayam telitilah kondisi daging ayam yang akan kita beli secara seksama, jika ada bercak-bercak darah di beberapa bagian tubuh ayam maka jangan dibeli.

Kedua, Produk Pangan dalam Kemasan

Untuk produk pangan dalam kemasan maka lebih mudah membedakan mana yang kehalalannya sudah dijamin oleh lembaga yang berwenang dan mana yang belum, walaupun ada juga kesulitannya jika berhadapan dengan produk industri kecil seperti akan dijelaskan kemudian.

Berdasarkan peraturan yang berlaku, label halal yang dicantumkan dalam suatu produk pangan dalam kemasan harus didasarkan atas sertifikat halal yang dimiliki oleh produk yang bersangkutan di mana sertifikat halal tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yaitu LPPOM MUI. Pada praktiknya, produsen menengah besar yang berniat mencantumkan label halal pada produknya (sebagai jaminan kehalalan produk tersebut) mendaftarkan produk yang bersangkutan ke Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan). Badan POM bersama-sama dengan Departemen Agama (Depag) dan LPPOM MUI kemudian melakukan pemeriksaan terhadap produk yang didaftarkan yaitu secara desk evaluation dan kunjungan ke pabrik. Hasil pemeriksaan kemudian dirapatkan di LPPOM MUI, jika tidak ada masalah maka hasil pemeriksaan dibawa ke Komisi Fatwa MUI untuk diperiksa kembali dan jika tidak ada masalah maka MUI akan mengeluarkan sertifikat halal untuk produk yang didaftarkan tersebut. Berdasarkan sertifikat halal inilah kemudian Badan POM akan mengizinkan pencantuman label halal pada produk yang didaftarkan.

Perlu diketahui bahwa pemeriksaan kehalalan bagi produk industri besar dan menengah dapat dilakukan setelah produk yang didaftarkan tersebut telah mendapatkan nomor MD (nomor pendaftaran di Badan POM), sedangkan nomor MD sendiri diperoleh setelah produk tersebut lolos pemeriksaan keamanan, mutu, dan persyaratan lainnya (persyaratan apa yang boleh tercantum dalam kemasan- kemasan misalnya).
Untuk produk impor nomor pendaftarannya adalah ML, sedangkan untuk produk industri kecil nomor pendaftarannya adalah SP. Nomor SP diberikan setelah si produsen kecil mengikuti suatu penyuluhan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Kesehatan dan si produsen telah mendapatkan sertifikat penyuluhan tersebut.

Cara memilih produk pangan dalam kemasan yang telah dijamin kehalalannya adalah sebagai berikut:

1. Jika produk pangan olahan tersebut dalam kemasannya telah mencantumkan nomor MD (nomor pendaftaran pada Badan POM yang menunjukkan produk diproduksi di dalam negeri) maka lihat apakah ada label halalnya, jika ada maka kehalalannya sudah terjamin karena untuk dapat diizinkan mencantumkan label halal dalam kemasannya harus mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Jika tidak ada label halalnya maka berarti kehalalannya belum ada yang menjamin.

2. Untuk produk impor, lihat apakah sudah memiliki nomor ML pada kemasannya, jika sudah perhatikan bahasa yang digunakan dalam kemasan, jika berbahasa Indonesia maka perhatikan label halalnya. Jika ada maka kehalalannya sudah terjamin seperti nomor satu di atas. Untuk produk impor dari negara mayoritas Muslim seperti Malaysia, perhatikan label halalnya, jika ada berarti kehalalannya sudah ada yang menjamin. Untuk produk impor lainnya, jika tidak ada label halalnya harus dihindari dan kita pun harus berhati-hati apabila produk tersebut berlabel halal tetapi diproduksi oleh negara mayoritas non-Muslim, untuk kasus ini perlu menanyakan keabsahan label halalnya ke LPPOM MUI.

3. Untuk produk pangan hasil industri kecil, biasanya bernomor pendaftaran SP, masih bermasalah karena masih cukup banyak yang mencantumkan label halal walaupun sebetulnya belum mendapatkan sertifikat halal dari MUI, sebagian lagi sudah didasarkan atas sertifikat halal yang diperoleh dari MUI. Hal ini terjadi karena ketidakfahaman industri kecil dalam masalah sertifikasi halal. Oleh karena dibutuhkan pengetahuan kita dalam menilai apakah produk pangan industri kecil ini diragukan kehalalannya atau tidak.

4. Daftar produk halal dapat dilihat di Jurnal Halal terbitan LPPOM MUI atau pencarian cepat di PusatHalal.com, daftar ini memuat produk yang telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI.

Ketiga,  Makanan Jajanan dan Makanan Tanpa Kemasan

Mengingat tidak memungkinkan untuk mencantumkan label halal pada makanan jajanan dan makanan tanpa kemasan maka tidak mudah untuk memilih mana yang telah terjamin kehalalannya. Sertifikasi halal juga biasanya tidak menjangkau kedua jenis produk tersebut. Oleh karena itu, kita harus mampu meningkatkan kemampuan kita untuk dapat menilai apakah produk yang akan kita beli tersebut diragukan kehalalannya atau tidak, jika diragukan maka harus ditinggalkan.

Keempat, Restoran

Konsumen Muslim di Indonesia, karena merasa Muslim adalah mayoritas di Indonesia, seringkali tidak sadar bahwa tidak semua restoran di Indonesia menyediakan makanan halal. Tidak sadar pula bahwa walaupun di restoran tersebut tidak menyediakan masakan babi atau minuman keras ternyata makanan yang disajikan tidak semuanya dijamin halal. Hal ini dapat terjadi di antaranya akibat ketidaktahuan si pengelola restoran maupun konsumen itu sendiri. Oleh karena itu, menjadi penting bagi konsumen untuk mengetahui peraturan yang berlaku, jenis makanan yang diragukan kehalalannya, dan bagaimana cara terbaik untuk memilih restoran yang halal seperti akan dijelaskan di bawah ini.

Peraturan

Di Indonesia tidak ada peraturan yang mengharuskan setiap restoran harus menyediakan makanan halal, tidak juga ada keharusan memeriksakan kehalalan makanan yang disajikan restoran yang bersangkutan. Yang ada adalah apabila si restoran ingin mengklaim bahwa restorannya menyajikan makanan halal maka harus memeriksakan makanannya ke MUI, apabila si restoran tersebut telah mendapatkan sertifikat halal maka si restoran berhak mencantumkan logo halal pada restorannya. Peraturan ini sebetulnya merupakan analogi peraturan yang berlaku pada produk pangan dalam kemasan dimana pencantuman label atau tanda halal pada produk dalam kemasan harus didasarkan atas sertifikat halal yang dimiliki oleh produk tersebut di mana sertifikat tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang (MUI).

Masalahnya, seringkali si pengelola restoran mencantumkan label atau tanda halal di restorannya walaupun restoran tersebut belum pernah diperiksa sama sekali oleh yang berwenang (MUI). Bahkan, ada satu restoran Jepang yang telah diperiksa MUI tapi tidak memperoleh sertifikat halal karena dalam pembuatan makanannya masih mengggunakan sake dan mirin (keduanya masuk kedalam golongan khamar), ternyata si restoran tersebut mengiklankan dirinya sebagai restoran halal. Praktik-praktik seperti ini jelas sangat merugikan konsumen. Untuk kasus yang pertama di mana restoran mencantumkan sendiri label halal tanpa pemeriksaan itu jelas tindakan yang tidak fair karena konsumen tidak mengetahui bagaimana makanan yang disajikan si restoran dibuat dan tidak ada pihak yang ketiga dan berwenang yang menjadi saksi dalam pembuatan makanan yang disajikan. Dalam kasus yang kedua di mana sudah jelas-jelas si restoran tersebut menyajikan makanan yang tercampur bahan yang haram sehingga makanan yang disajikan juga haram, sudah melakukan penipuan terhadap konsumen karena berani mengklaim dan mengiklankan restorannya menyajikan makanan halal padahal haram. Celakanya, hampir tidak ada sangsi yang diterima oleh restoran walaupun mencantumkan label halal atau mengiklankan restorannya sebagai halal tetapi tidak diperiksa dan dinyatakan halal oleh yang berwenang, atau melakukan penipuan sekali pun.

Sebagai konsumen kita harus waspada dan teliti karena jika si restoran tersebut tidak memiliki sertifikat halal maka artinya kehalalan makanan yang disajikan restoran yang bersangkutan tidak ada yang menjamin. Sayangnya, masih sedikit restoran yang telah memiliki sertifikat halal, oleh karena itu pengetahuan kita-lah yang harus ditingkatkan sehingga bisa mengetahui mana restoran yang menyajikan makanan yang diragukan kehalalannya dan mana yang tidak.

Jenis makanan yang secara umum diragukan kehalalannya

Secara umum makanan modern lebih rawan kehalalannya (dibandingkan dengan makanan tradisional) karena bahan yang digunakan banyak yang impor dan berasal dari negara non-Muslim (khususnya bahan hewani dan turunannya). Secara khusus konsumen Muslim harus mewaspadai masakan Cina karena dalam pembuatannya sering melibatkan lemak babi dan arak, baik dalam bentuk arak putih maupun arak merah (ang ciu). Selain itu, kie kian yang sering digunakan dalam pembuatan cap cai dalam pembuatannya melibatkan lemak babi.

Masakan Jepang dan sejenisnya dalam pembuatannya sering melibatkan sake dan mirin, keduanya masuk ke dalam golongan khamar sehingga masakan yang dibuat dengan menggunakan sake dan mirin tidak diperkenankan dikonsumsi oleh umat Islam. Masakan Barat juga rawan kehalalannya karena banyak menggunakan keju (status kehalalannya syubhat), wine (khususnya masakan Perancis), daging yang tidak halal, buillon (ekstrak daging), wine vinegar, dan lain-lain.

Bagaimana Memilih?

Dalam memilih mana restoran yang menyajikan makanan yang kehalalannya terjamin di Indonesia memang agak repot mengingat jenis restoran yang ada sangat banyak dan bervariasi dari mulai warung tegal, warung tenda, restoran kecil, restoran besar, restoran fast food, dan lain-lain. Walaupun demikian, ada beberapa saran yang dapat dijadikan pegangan yaitu:

1. Pilihlah restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal. Restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal sudah tidak perlu diragukan lagi kehalalan makanan dan minuman yang disajikannya.

2. Jika kita tidak membawa daftar restoran halal maka pada waktu masuk ke restoran yang kita ragu atas kehalalan makanan dan minuman yang disajikan maka tanyakanlah sertifikat halal yang dimiliki oleh restoran tersebut secara sopan. Jangan terkecoh dengan adanya label atau tanda halal yang ada di restoran yang bersangkutan karena seperti telah dijelaskan sebelumnya, tidak selalu benar apa yang dinyatakan oleh restoran tersebut. Jika kita ragu terhadap kehalalan makanan dan minuman yang disajikan oleh restoran yang tidak memiliki sertifikat halal maka harus kita hindari restoran itu.

3. Hindari restoran yang menyajikan masakan yang secara umum diragukan kehalalannya seperti telah dijelaskan sebelumnya, kecuali restoran tersebut telah mendapatkan sertifikat halal dari yang berwenang.

4. Tidak ada salahnya bertanya secara sopan dan baik untuk memastikan bahwa restoran yang kita datangi tidak menyajikan masakan yang diragukan kehalalannya. Sebagai contoh, kita dapat bertanya “Apakah dalam pembuatan masakan di restoran ini menggunakan ang ciu?”, jika jawabannya “Ya” maka kita katakan “Terima kasih, maaf saya tak jadi makan di tempat ini, ada keperluan lain”, lalu kita meninggalkan restoran tersebut.

5. Hindari restoran yang menyajikan masakan yang jelas-jelas haram seperti produk babi dan minuman keras. Jangan pula makan di restoran yang menyajikan masakan halal bercampur dengan masakan haram seperti produk babi atau minuman keras. Tidak ada jaminan bahwa masakan yang disajikan tidak bercampur dalam pembuatannya dengan masakan yang haram. Dalam hal minuman keras, kita diperintahkan untuk menghindari tempat di mana minuman keras disajikan.

Daftar restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI bisa dilihat di halalmui.org atau bisa dicari secara cepat di pusathalal.com pada menu directory halal, atau pada menu Kuliner Halal. (MINA).

0 Response to "KIAT MEMILIH PRODUK HALAL"

Post a Comment