![]() |
Soeharto. ©buku gramedia/hj siti hardiyanti rukmana |
Yayasan Supersemar berdiri pada 16 Mei 1974 lalu, Soeharto menjadi ketuanya. Dalam waktu singkat terkumpul dana hingga Rp 1 miliar. Alokasi dana yang terkumpul awal-awal sesuai sasaran untuk beasiswa.
Penyimpangan mulai terjadi ketika Soeharto menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1976. Peraturan itu mengatur agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan lima persen dari laba bersih untuk Yayasan Supersemar.
Dari penelusuran Kejaksaan Agung, dana yayasan mengalir ke PT Bank Duta dan PT Sempati Air. Di mana masing-masing perusahaan mendapatkan USD 125 ribu pada 22 September 1990 dan Rp 13,1 miliar pada 23 September 1989 hingga 17 November 1997.
Kasus ini awalnya diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 27 Maret 2008, Majelis Hakim mengabulkan gugatan diajukan Kejaksaan Agung terhadap Yayasan Supersemar. Majelis memvonis yayasan tersebut, mengganti kerugian kepada negara senilai USD 105 juta dan Rp 46 miliar.
Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009 dan juga oleh kasasi MA pada 28 oktober 2010. Namun majelis hakim yang di pimpin oeh Harifin Tumpa, melakukan kesalahan ketik. Saat itu, Yayasan Supersemar mesti membayar 75 persen x USD 420 ribu atau sama dengan USD 315 ribu dan 75 persen x Rp 185.918.904 = Rp 139.229.178.
Semestinya dalam putusan itu ditulis Rp 185 miliar, namun justru tertulis Rp 185.918.904. Alhasil putusan tersebut, tidak dapat dieksekusi dan membuat jaksa melakukan peninjauan kembali pada September 2013, yang juga diikuti Yayasan Supersemar.
Baca Juga:
0 Response to "Apakah Mungkin Keluarga Soeharto Bayar Rp 4,4 Triliun Pada Negara?"
Post a Comment